Sabtu, 17 Januari 2015

Setengah Hati Pemerintah dalam Pemasangan Guiding Block





Oleh: Denny Abdurrachman


JAKARTA, BRAVO FOR DISABILITIES – Pemerintah Indonesia berupaya mewujudkan Indonesia sebagai negara yang ramah terhadap disabilitas. Sesuai Dalam UU No. 28 tahun 2002 dan PP No. 36 tahun 2005 tentang Bangunan Gedung diamanatkan bahwa setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal dan rumah deret sederhana harus disediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia untuk masuk, keluar dan beraktifitas dalam bangunan gedung yang memenuhi persyaratan kemudahan, kenyaman, keamanan dan kemandirian. Berdasarkan UU No. 28 tahun 2002 dan PP No. 36 tahun 2005 tentang Bangunan Gedung tersebut, maka Pemerintah wajib menyediakan fasilitas yang aksesibel bagi penyandang disabilitas. Oleh karena itu dalam beberapa waktu terakhir pemerintah banyak melakukan pembenahan dan pembangunan eleman aksesibilitas  Sebagai perwujudan keadilan dan persamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas, elemen aksesibilitas dalam Bangunan Gedung tersebut diantaranya adalah ram, area parkir khusus penyandang disabiitas, toilet, lift suara, dan guiding block


Untuk pembangun guiding block, kita sepatutnya mengapresiasi upaya pemerintah tersebut. Terlihat bahwa saat ini banyak dilakukan pembangunan guiding block di jalan-jalan protokol ibukota, dan beberapa daerah lainnya.


Seperti kita ketahui bersama guiding block adalah jalur khusus untuk penyandang tunanetra di trotoar. Guiding block ini dibuat dengan dasar yang memiliki kontur tertentu sehingga mudah dikenali oleh penyandang tunanetra dan tongkatnya. Jalur ini merupakan standar internasional untuk membantu disabilitas netra untuk dapat  berjalan di trotoar berdampingan dengan pejalan kaki lain.


Di trotoar yang lurus, guiding block memiliki kontur yang biasanya terdiri atas empat garis. Guiding block yang bergelombang memperingatkan penyandang tunanetra bahwa didepannya ada persimpangan. Guiding block dengan bulatan-butan kecil disebut juga warning block menandakan adanya area berbahaya, misalnya jalur masuknya mobil ke gedung seperti kantor/pusat perbelanjaan.


Namun dalam upaya pemerintah membangun elemen aksesibitas guiding block , sayangnya acapkali kita menemui kekecewaan. Bahwasanya pemasangan guiding block tidak dilakukan dengan serius dan berkesan asal jadi. Contohnya bisa dilihat di Jalan Jenderal Gatot Subroto.


Sebagian besar guiding block sudah terpasang sesuai yang seharusnya. Ketika jalanan menurun, guiding block bertitik-titik sudah tepat dipasang di trotoar. Ketika di depan tak ada halangan, guiding block lurus yang dipasang.


Namun di beberapa titik, masih ada beberapa guiding block yang dipasang tidak tepat. Ada satu titik di depan Wisma Mulia di mana tidak ada guiding block titik-titik yang terpasang padahal persis di depannya ada tiang listrik. Jika kurang awas, bisa saja seorang tuna netra menabrak tiang itu karena membaca petunjuk yang salah.


Selain di depan Wisma Mulia, kesalahan pemasangan guiding block juga terjadi di Jalan S. Parman. Berdasarkan laporan Arief Kurniawan di situs lapor.ukp.go.id ia melihat guiding block dipasang asal-asalan.


Selain masalah salah pasang, guiding block di trotoar Jakarta juga banyak yang rusak. Tak terkecuali di Jalan Jend. Gatot Subroto yang notabene umurnya belum sampai empat bulan. Retak minor adalah kerusakan paling kecil, sementara retak parah atau bahkan hilang banyak terdapat di trotoar Jalan Jenderal Sudirman.


Ketidaktahuan masyarakat akan fungsi guiding block diduga menjadi penyebab utamanya. Pada jam-jam macet, jamak ditemui pengendara motor yang melindas guiding block karena jalur di Jalan Jend. Sudirman macet parah.


Hal tersebut menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak serius dalam mewujudkan Indonesia yang ramah terhadap disabilitas. Seharusnya pembuatan-pembuatan guiding block perlu dikaji dan berkonsulltasi dengan banyak pihak, diantaranya penyandang disabilitasnya itu sendiri. Sehingga pengadaan untuk guiding block dapat tepat sasaran, dan bermanfaat untuk disabilitas.


Selanjutnya juga hal tersebut memunculkan angin segar untuk melaksanakan aksesibilitas di Indonesia, ketika Pemerintah Indonesia merativikasi konvensi hak-hak Penyandang Disabilitas (Convention on The Rights of Person With Disabilities) yang dituangkan menjadi Undang-undang RI No. 19 Tahun 2011, Kalau dilihat aturannya sudah sangat tegas bahwa aksesibilitas adalah mutlak tanggung jawab negara, namun sekali lagi ini tergantung dari political will pemerintah dalam pemenuhan aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia, sehingga aturan yang ada tidak hanya menjadi sebatas aturan diatas kertas namun ada implementasinya.




0 komentar:

Posting Komentar